SEBAGIAN
orang tentu ada yang memahami makna sahabat dalam persahabatan adalah
mereka yang senantiasa dapat mengerti pada apa yang sedang diinginkan
dan selalu mendukung terhadap segala sesuatu yang tengah digelutinya.
Memaknai akan persahabatan dengan pemahaman semacam ini memang tidaklah
sepenuhnya salah, karena terkadang keberadaan hal yang sedemikian ini
diperlukan bahkan harus terjadi dalam dunia persahabatan. Tentunya
dengan catatan, senyampang tidak menerjang terhadap berbagai norma dan
kode etik yang ada, maka kiranya hal itu tidaklah begitu perlu untuk
‘diperbincangkan’. Namun sebaliknya, bila yang tengah dilakukan oleh
orang yang disebutnya sahabat itu menyimpang dari kode etik, budaya
luhur, dls. maka mencegahnya adalah langkah yang harus dilakukan,
setidaknya dengan mengingatkannya terlebih dahulu.
Sekadar pe-misalan, jika
nampak jelas ada orang melakukan perbuatan tidak terpuji yang dapat
menciderai norma-norma yang ada, kemudian salah seorang yang menjadi
sahabatnya itu mengetahui jika yang melakukan itu adalah temannya,
dengan berdalih persahabatan, ia berupaya untuk membela bahkan
membenarkan terhadap kesalahan temannya itu, maka sudah barang tentu,
apapun motifnya, tindakan yang semacam ini tidaklah dapat dibenarkan
untuk digunakan dalam memahami arti persahabatan.
Maka dari itu, berangkat
dari kenyataan yang seperti inilah, kiranya perlu adanya sedikit uraian
tentang tema yang berkaitan dengan fenomena tersebut. Tentunya, melalui
sudut pandang syariat. Tujuannya agar dalam menyikapi dan menjawab
perihal tersebut, kita memiliki standar jelas yang dapat mengakomodasi
berbagai pemahaman yang kurang tepat sebagaimana dalam kasus di atas.
Dalam tautannya dengan
pandangan agama, Rasulullah SAW melalui sabdanya, pernah memberikan
definisi atau lebih tepatnya pemahaman hakiki tentang kriteria seorang
sahabat sejati, yaitu mereka yang senantiasa jujur tentang kita, bukan
mereka yang selalu membenarkan atau meng-iyakan terhadap berbagai hal
yang kita lakukan.
Dari sini kita jadi tahu secara sharîh
(jelas) tentang apa dan bagaimana pengertian persahabatan jika
diteropong melalui kacamata agama, sehingga hal tersebut setidaknya
dapat menjadi semacam bahan renungan, yang pada gilirannya dapat
mengantarkan pehaman kita tentang persahabatan secara proporsional.
Jadi, persahabatan itu
bukanlah sekadar ‘seremonial’ basa-basi. Bukan sekadar dicukupkan dengan
adanya saling berbagi dan saling melengkapi, tapi juga di dalamnya
harus ada unsur-unsur yang betautan dengan masalah ibadah. Sederhananya,
sahabat sejati meminjam istilahnya Habiburrahman El-Shirazy dalam salah
satu karyanya adalah merasakan ada aliran kebahagiaan ketika
bercengkrama, merasa damai ketika bersama, dan merasa teduh ketika
bersua. Inilah yang dikehendaki tentang arti persahabatan, yang
didasarkan pada norma-norma agama sebagai cara pandang. Begitu indah. Wallâhu a’lam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar