Minggu, 22 Januari 2012

Persahabatan

SEBAGIAN orang tentu ada yang memahami makna sahabat dalam persahabatan adalah mereka yang senantiasa dapat mengerti pada apa yang sedang diinginkan dan selalu mendukung terhadap segala sesuatu yang tengah digelutinya. Memaknai akan persahabatan dengan pemahaman semacam ini memang tidaklah sepenuhnya salah, karena terkadang keberadaan hal yang sedemikian ini diperlukan bahkan harus terjadi dalam dunia persahabatan. Tentunya dengan catatan, senyampang tidak menerjang terhadap berbagai norma dan kode etik yang ada, maka kiranya hal itu tidaklah begitu perlu untuk ‘diperbincangkan’. Namun sebaliknya, bila yang tengah dilakukan oleh orang yang disebutnya sahabat itu menyimpang dari kode etik, budaya luhur, dls.  maka mencegahnya adalah langkah yang harus dilakukan, setidaknya dengan mengingatkannya terlebih dahulu.
Sekadar pe-misalan, jika nampak jelas ada orang melakukan perbuatan tidak terpuji yang dapat menciderai norma-norma yang ada, kemudian salah seorang yang menjadi sahabatnya itu mengetahui jika yang melakukan itu adalah temannya, dengan berdalih persahabatan, ia berupaya untuk membela bahkan membenarkan terhadap kesalahan temannya itu, maka sudah barang tentu, apapun motifnya, tindakan yang semacam ini tidaklah dapat dibenarkan untuk digunakan dalam memahami arti persahabatan.
Maka dari itu, berangkat dari kenyataan yang seperti inilah, kiranya perlu adanya sedikit uraian tentang tema yang berkaitan dengan fenomena tersebut. Tentunya, melalui sudut pandang syariat. Tujuannya agar dalam menyikapi dan menjawab perihal tersebut, kita memiliki standar jelas yang dapat mengakomodasi berbagai pemahaman yang kurang tepat sebagaimana dalam kasus di atas.
Dalam tautannya dengan pandangan agama, Rasulullah SAW melalui sabdanya, pernah memberikan definisi atau lebih tepatnya pemahaman hakiki tentang kriteria seorang sahabat sejati, yaitu mereka yang senantiasa jujur tentang kita, bukan mereka yang selalu membenarkan atau meng-iyakan terhadap berbagai hal yang kita lakukan.      
Dari sini kita jadi tahu secara sharîh (jelas) tentang apa dan bagaimana pengertian persahabatan jika diteropong melalui kacamata agama, sehingga hal tersebut setidaknya dapat menjadi semacam bahan renungan, yang pada gilirannya dapat mengantarkan pehaman kita tentang persahabatan secara proporsional.
Jadi, persahabatan itu bukanlah sekadar ‘seremonial’ basa-basi. Bukan sekadar dicukupkan dengan adanya saling berbagi dan saling melengkapi, tapi juga di dalamnya harus ada unsur-unsur yang betautan dengan masalah ibadah. Sederhananya, sahabat sejati meminjam istilahnya Habiburrahman El-Shirazy dalam salah satu karyanya adalah merasakan ada aliran kebahagiaan ketika bercengkrama, merasa damai ketika bersama, dan merasa teduh ketika bersua. Inilah yang dikehendaki tentang arti persahabatan, yang didasarkan pada norma-norma agama sebagai cara pandang. Begitu indah. Wallâhu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar